Selasa, 23 April 2013

KETIDAKSESUAIAN KEBIJAKAN UJIAN AKHIR NASIONAL DENGAN UNDANG-UNDANG SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003

A.  Latar Belakang Masalah
 Pendidikan merupakan salah satu bidang pembangunan yang penting di setiap negara. Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut disusunlah kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Untuk melihat tingkat pencapaian tujuan pendidikan, diperlukan suatu evaluasi pendidikan yang merupakan kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
Dengan demikian evaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen utama yang tidak dapat dipisahkan dari rencana pendidikan. Namun tidak semua bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan pendidikan akan dapat dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat mengukur setiap tujuan pendidikan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan hasil pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali. Salah satu contoh adalah Ujian Akhir Nasional (UAN) merupakan salah satu alat evaluasi yang dikeluarkan Pemerintah.
Padahal, menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 59 ayat (1) menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Sedangkan, pada UU tersebut pasal 58 ayat (1) menjelaskan bahwa Evaluasi  hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Dan, pada ayat (2) menjelaskan bahwa Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
Dengan demikian, pemerintah tidak berhak menentukan UAN sebagai alat evaluasi pendidikan, melainkan pendidik yang mempunyai kewenangan untuk menilai peserta didiknya. Hal ini juga terdapat pada UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 39 ayat (2) menyebutkan bahwa Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pealtihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Hal tersebut secara tidak langsung memberikan kewenangan kepada pendidik untuk menilai peserta didiknya dalam masalah kelulusan.
Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 disebutkan bahwa tujuan UAN adalah untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik melalui pemberian tes pada siswa sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat atas. Sedangkan, tujuan UAN yang lain dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 adalah untuk mengukur mutu pendidikan dan mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten, sampai tingkat sekolah. Hal ini sangat bertentangan dengan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 36 ayat (2) menjelaskan bahwa Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Artinya, bahwa pelaksanaan kurikulum disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing.
Dengan demikian, UAN dalam implementasinya mengalami krisis kebijakan dimana faktor penyebab krisis dapat ditinjau dari berbagai dimensi sebagai contoh sederhana krisis tersebut dapat terjadi karena kekurangan dalam proses perumusan kebijakan dan programnya, kekeliruan dalam proses perencanaan, penyimpangan dalam pelaksanaan, kelemahan dalam penentuan anggaran atau bahkan pada saat pengawasan dan pelaporan.
B.  Upaya Pemerintah
  1. Merevisi kembali kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004
  2. Menghubungkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
  3. Menghubungkan kebijakan (UAN) yang dikeluarkan dengan kurikulum yang digunakan, apakah sudah sesuai atau belum.
C.  Rumusan Pokok Masalah
  1. Tidak sesuainya tujuan evaluasi pendidikan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
  2. Penyelenggaraan UAN tidak sesuai dengan kurikulum yang diselenggarakan pada setiap daerah yang telah berlaku sistem otonomi daerah.
  3. Dalam evaluasi pendidikan terutama yang berkaitan dengan peserta didik seharusnya adalah pendidik itu sendiri, bukan pemerintah yang mengeluarkan kebijakan tentang UAN sebagai bentuk evaluasi pendidikan terhadap peserta didik.
D.  Salah satu rumusan alternative beserta rasionalnya
Pemerintah seharusnya merevisi kembali perumusan kebijakan tentang UAN.
  • Kebijakan tersebut sudah jelas bertentangan dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
  • Kebijakan tersebut juga bertentangan dengan Otonomi Daerah.
E.  Potensi alternative
Sebagian besar masyarakat pada umumnya menyatakan pro jika alternatif tersebut dilakukan. Karena pada mulanya, pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) berakibat buruk terhadap anak-anaknya jika saja pada ujian tersebut anak-anak mereka tidak lulus maka anak-anak mereka menjadi frustasi dan kemungkinan anak-anak mereka tidak dapat melanjutkan ke sekolah selanjutnya maupun ke perguruan tinggi. Hal ini juga dapat mengakibatkan kekacauan pada lingkungan masyarakat pada saat pengumuman kelulusan, peserta didik akan merayakan kelulusannya dengan berfoya-foya atau bersepeda di jalan tanpa menghiraukan peraturan yang ada sebagai apresiasi bahwa mereka lulus dalam UAN yang selama ini menjadi “momok” bagi seluruh peserta didik. Dengan demikian, perlu sekali mengadakan revisi kembali tentang kebijakan UAN yang dikeluarkan pemerintah sebagai alat evaluasi pendidikan, yang kenyataannya hanya sebagai alat untuk “menghakimi” semua siswa tanpa melihat latar belakang, situasi, kondisi, sarana dan prasarana serta proses belajar mengajar yang dialami terutama siswa di daerah pedesaan.
F.   Limitasi alternative
Jika alternative tersebut tetap dijalankan, maka resiko yang berdampak baik yaitu tidak ada lagi pelaksanaan UAN di sekolah-sekolah yang menjadi “momok” bagi peserta didik dan dampak buruknya pemerintah tidak dapat mengetahui peningkatan hasil belajar peserta didik selama mendapatkan pembelajaran dari pendidik di sekolahnya secara umum sehingga pemerintah tidak dapat memberikan balikan kepada sekolah yang sekiranya belum mencapai target yang ditentukan oleh pemerintah melalui penyelenggaraan UAN.
G.  Rekomendasi kebijakan
Pemerintah dan negara harus memilih diantara dua pilihan, yaitu:
  1. Pemerintah tetap memilih untuk mempertahankan UAN, dengan resiko perdebatan dan ketidakadilan akan terjadi di dunia pendidikan karena memperlakukan tes yang sama kepada semua anak Indonesia yang kondisinya diakui berbeda-beda. Selain itu salah satu prinsip pendidikan adalah berpusat pada anak, artinya pendidikan harus mampu mengembangkan potensi yang dimiliki anak. Memperlakukan semua anak dengan memberikan UAN sama artinya menganggap semua anak berpotensi sama untuk menguasai mata pelajaran yang diujikan, padahal kenyataannya berbeda.
  2. Pemerintah menghapuskan UAN, dengan resiko evaluasi sepenuhnya diserahkan kepada sekolah. Sistem penerimaan siswa pada jenjang berikutnya dilakukan dengan cara diberikan tes masuk oleh sekolah masing-masing. Dengan cara demikian, maka setiap sekolah akan menetapkan standar sendiri melalui tes masuk yang dipakai. Tetapi dengan adanya tes masuk pada sekolah berikutnya (kecuali masuk SLTP harus lanjut karena masih dalam cakupan wajib belajar), maka sekolah akan berlomba untuk membuat siswanya disamping lulus juga diterima di sekolah berikutnya. Selain itu sistem evaluasi yang diserahkan sepenuhnya ke sekolah juga diperlukan pedoman atau petunjuk teknis. Pedoman untuk melakukan evaluasi tetap diperlukan dalam memberikan petunjuk bagi guru agar dalam melakukan evaluasi tetap mengacu kepada kaidah-kaidah evaluasi yang berlaku secara umum.
H.  Rekomendasi yang dipilih
  1. Pemerintah tetap memilih untuk mempertahankan UAN dengan segala resikonya, atau
  2. Pemerintah menghapuskan UAN, dengan resiko evaluasi sepenuhnya diserahkan kepada sekolah.
  3. Mengambil jalan tengah, yaitu pelaksanaan UAN tetap dilakukan tetapi bukan untuk menentukan kelulusan peserta didik melainkan hanya digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar peserta didik selama mendapatkan pembelajaran dari pendidik di sekolahnya secara umum. Jadi, peserta didik tidak perlu takut lagi jika tidak lulus ujian tersebut, karena kelulusan dilakukan sepenuhnya oleh pendidik di sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar